MENGINGAT ADONAN ANTARA SAINS DAN BUDAYA



Veni Vidi Vici” 

Manusia terlahir dalam membuat jejaknya dengan cara belajar melatih tubuh dan tubuh dari alam semesta. Bagaimana pun sebuah siklus jejak manusia akan terus berjalan sesuai kehendak dari hidup itu sendiri, tanpa terkecuali tentang sejarah keyakinan dalam beragama dan agama. 

Seluruh rantai jejak di atas tidak akan pernah terputus selama kehidupan ini masih berjalan. Namun apa yang terjadi terkadang tidak sesuai atau bahkan tidak tercatat dalam urutan kehendak manusia. Lalu apa yang menjadi penyebabnya? Tidak ada, selain proses tumbuh kembang yang sering membuat kita lupa pada sebuah awalan. Hubungan pun tidak berjalan mulus sampai akhirnya terlahirlah perang otak antara diri sendiri dengan sesama dalam kehidupan. Misalkan kita mau membuang waktu sejenak untuk memutar kembali video dokumentasi kehidupan kita selama ini. Saat masih balita, tentu kita semua diajarkan mengenal tangan serta jemari yang memiliki nama hingga akhirnya kita mengenal satu persatu bentuk dan nama anggota tubuh kita. Pada masa kanak-kanak itulah dunia imajinasi menuntun kita untuk mengeksplor siklus gerak dunia dalam pergerakan kehidupan. Lalu memasuki dunia pendidikan formal, kita mengenal sekaligus rangkaian huruf, angka, dan alam semesta serta sejarahnya sebagai media komunikasi kita antara sesama. Hingga pada akhirnya kita melatih keseharian kita detail demi detail sampai mampu belajar dari seluruh pengalaman kita di masa lalu. Maka yang terjadi adalah sebuah persahabatan dengan diri sendiri seperti persahabatan antara sains dan budaya yang sering kita lupakan karena hal-hal sepele yang menjadikan kita sebagai mayat berjalan atas nama hidup yang dijalani dengan membutakan diri dari makna kreativitas untuk kehidupan. Apakah ini sebuah cita-cita atau tujuan dari akhir semua? Kesempatan tidak datang untuk kedua kalinya, penyesalan juga bukanlah solusi dari kesia-siaan waktu. 

Kesimpulan dari tulisan ini, saya ingin mengingatkan satu hal yang membuat kita semua memiliki kekuatan karena menjadi setia pada hal-hal kecil. Kenanglah pengalaman kita sebagai metode belajar untuk diri sendiri dan sesama sebagai sebuah pendidikan karena kita semua pernah mengalami masa dimana kita tersenyum untuk imajinasi dan tertawa untuk kekonyolan kreativitas. Saya percaya, setiap manusia yang terlahir memiliki kreativitasnya masing-masing. Janganlah kita membunuhnya karena ini sama saja menolak resep yang terdapat dalam adonan sains dan budaya sebagai asupan semangat hidup kita. 


Ditulis oleh Okty Budiati 
Lenteng Agung, Jakarta 5 Mei 2013